Sabtu, 21 Februari 2009

Bagaimana mengatasi perpecahan umat Islam

Pada masa sekarang ini, ada sebagian ahlussunnah yang sibuk menyerang ahlussunnah lainnya dengan berbagai celaan dan tahdzir. Hal tersebut tentu mengakibatkan perpecahan, perselisihan dan sikap saling tidak akur.
Padahal mereka saling cinta mencintai dan saling berkasih sayang, serta bersatu padu dalam barisan yang kokoh untuk menghadapi para ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu ,sehingga sesama ahlu sunnah yang memegang manhaj salaf saling tahdzir dan saling membalas (merasa kelompoknya yang paling benar, padahal yang menilai diterima tidaknya ibadah kita bukanlah
“ kacamata ” kelompok atau golongan akan tetapi nilai kesabaran menjalankan syariah yang sesuai al-quran dan hadist , nilai keikhlasan dan nilai ketakwaaan seseorang di sisi Alloh SWT. Di sisi lain orang-orang orientalis , kaum khawariz, kaum zindiq dan orang-orang munafik “ bertepuk ramai “ di belakang layar

Bagaimanakah solusi memecahkan permasalahan tersebut di atas ???

Ada Beberapa Solusi Yang Bisa Diketengahkan Dalam Permaslahan Ini.

Pertama.
Berkaitan dengan cela mencela dan tahdzir perlu diperhatikan beberapa perkara sebagai berikut:

[1] Orang-orang yang sibuk mencela ulama dan para penuntut ilmu hendaknya takut kepada Allah subhanahu wa Ta’ala dengan tindakkannya tersebut. Mereka hendaknya lebih menyibukkan diri memperhatikan kejelekkan dirinya sendiri agar bisa terbebas dari kejelekan orang lain. Mereka hendaknya berusaha menjaga kekalnya kebaikan yang dia miliki. Janganlah mereka mengurangi amal kebaikan mereka walaupun sedikit, yaitu dengan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang dia cela. Hal itu karena mereka lebih membutuhkan kebaikan tersebut dibanding yang lain pada hari dimana harta dan anak-anak takkan berguna kecuali orang yang datang kepada Allah Ta’ala dengan hati yang selamat. [Maksudnya pada hari kiamat, -pen]

[2] Hendaknya mereka berhenti melakukan cela-mencela dan tahdzir, lalu menyibukkan diri memperdalam ilmu yang bermanfaat; bersemangat dan bersungguh-sungguh dalam mencari ilmu agar bisa manfaat dari ilmu tersebut dan menyampaikannya kepada orang lain yang membutuhkannya. Hendaknya mereka menyibukkan diri dengan kegiatan keilmuan, baik dengan belajar mengajar, berdakwah atau menulis. Semua itu jelas lebih membawa kebaikan. Jika mereka melakukan tindakan-tindakan yang baik seperti itu, tentu mereka dikatakan sebagai orang-orang yang membangun. Jadi, janganlah mereka sibuk mencela sesama ahlussunnah, baik yang ulama maupun penuntut ilmu, karena hal itu akan menutup jalan bagi orang-orang yang mendapatkan manfaat keilmuan dari mereka. Perbuatan-perbuatan seperti itu adalah temasuk perbuatan-perbuatan yang merusak. Orang-orang yang sibuk dengan tindakan cela-mencela seperti itu, setelah mereka meninggal tidak meninggalkan bekas ilmu yang bermanfaat, dan manusia tidak merasa kehilangan para ulama yang ilmunya bermanfaat bagi mereka, bahkan sebaliknya, dengan kematian mereka manusia merasa selamat dari keburukan.

[3] Para penuntut ilmu dari kalangan ahlussunnah hendaknya menyibukkan diri dengan kegiatan keilmuan seperti membaca buku-buku yang bermanfaat, mendengarkan kaset-kaset ceramah para ulama ahlussunnah seperti Syaikh bin Baz, Syaikh Ibnu Utsiamin, daripada sibuk menelepon fulan atau si Fulan bertanya, “Bagaimana pendapatmu tentang Fulan atau Fulan?” atau “Bagaimana komentarmu tentang pernyataan Fulan terhadap si Fulan dan tanggapan si Fulan terhadap si Fulan?”

[4] Berkaitan dengan pertanyaan tentang orang-orang yang sibuk dalam bidang keilmuan, mereka boleh dimintai fatwa atau tidak, selayaknya hal tersebut ditanyakan kepada pimpinan Lembaga Fatwa di Riyadh. Dan siapa yang mengetahui keadaan mereka, hendaknya mau melayangkan surat kepada pimpinan Lembaga Fatwa yang berisi penjelasan tentang keadaan mereka untuk dijadikan bahan pertimbangan. Hal itu dimaksudkan agar sumber penilaian cacat seseorang dan tahdzir, apabila memang harus dikeluarkan, maka yang mengeluarkan adalah lembaga yang berkompeten dalam masalah fatwa dan berwenang menjelaskan tentang siapa-siapa yang dapat diambil ilmunya dan dimintai fatwa. Tidak diragukan lagi bahwa lembaga yang dijadikan sebagai rujukan fatwa dalam berbagai permasalahan, juga selayaknya dijadikan sebagai sumber rujukan untuk mengetahui siapa yang boleh dimintai fatwa dan diambil ilmunya. Hendaknya janganlah seseorang menjadikan dirinya sebagai tempat rujukan dalam perkara yang sangat penting ini, karena sesungguhnya termasuk tanda bagusnya keislaman seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat bagi dirinya.



Sebagai renungan kita bersama berkaitan dengan perpecahan umat Islam, kami nukilkan hadist dan Firman Alloh SWT berikut :

“ Umat Yahudi telah berpecah belah menjadi 71 atau 72 golongan, umat Nashrani telah terpecah menjadi 71 golongan, sedangkan umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di neraka kecuali satu, yaitu Al-Jama`ah “ ( H.R Abu Daud,At-Tirmidji, Ibnu Majah, Ahmad, Al Baihaqi, Al Hakim, Ibnu Hibban, Ibnu Abi `Ashim, Ibn Nashr Al-Marwajiy )


103. Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.


31. dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah,
32. yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka[1169] dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka (Q.S. Ar-Ruum: 31-32)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Daftar Blog Muslim